Bengkulu, SM – Musim penghujan dengan itensitas curah hujan tinggi di Provinsi Bengkulu, terjadi pada akhir April dan awal Mei 2019 lalu. Akibatnya, telah meluluhlantakkan struktur dan infra struktur di beberapa titik kota dan kabupaten di Provinsi Bengkulu.
Banjir tidak hanya merusak. Paling tidak ada 17 jiwa tewas. Belum lagi jiwa yang hilang terseret arus, yang hingga kini belum ditemukan. Ini menjadi kenangan kelam bagi bupati dan Walikota Bengkulu. Itu pula selalu membuat gusar Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, sebagai penanggungjawab kebijakan dan perwakilan pemerintah pusat, di provinsi yang terus ingin berkemajuan ini.

Menurut Gubernur Rohidin dalam suatu kesempatan mengatakan, bila tidak melakukan tindakan kongkrit dalam mengantisipasi banjir, maka pembangunan yang sudah kita laksanakan selama ini, tidak ada artinya bila lingkungan rusak. “Kita membangun itu untuk anak generasi masa depan”.
Kenapa banjir ini acap kali melanda? Masyarakat harus tahu, ada namanya daerah ulu sungai (DUS). Dari sanalah dulu dilihat bila terjadi banjir seperti yang terjadi waktu lalu. Bermasalah atau tidak. Dari sanalah dilakukan perawatan dan pelestarian agar tetap terjaga. Bilaterjadi kerusakan di ulu sungai, maka imbasnya ke daerah aliran sungai (DAS) yang mungkin terjadi penyempitan, pendangkalan atau telah terjadi alih fungsi. Pelajari juga hingga kondisi ilir (DIS) sungai seperti di Kota Bengkulu. Ini kebijakan yang harus diambil secara umum.
Selain itu, gubernur juga meminta stakeholder dan masyarakat juga melihat daerah resapan airnya (DRA). Berkurang atau bahkan sudah habis. Itulah masalah banjir akan datang. “Banjir itu tidak terjadi tiba-tiba. Tapi akumulasi dari kinerja pembangunan. Kinerja lingkungan dan aktifitas sosial ekonomi masyarakat yang sudah sekian panjang waktunya berlangsung. Jadi, tidak ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan”.
Untuk mengantisipsi banjir kata gubernur, dirinya sebagai pemegang otoritas kebijakan menanyakan sejauh mana komitmen kota Bengkulu dan kabupaten, termasuk stakeholder lain, terutama jajaran pemerintahan, jajaran vertikal untuk melakuan rencana aksi yang kita sepakati dalam mengantisipasi banjir.
Banjir itu kata Gubernur Rohidin, dapat diatasi seperti apa komitmen dari kabupaten dan kota, untuk berbenah. Ini yang harus bersama-sama menjadi acuan. Banjir itu impack atau reaksi lingkungan. Bentuk kemarahan lingkungan untuk membentuk keseimbangan baru. Bila terjadi banjir, tentunya pasti ada yang bermasalah. Dan masalahnya sudah sangat kompleks. Maka muncul bencana dalam bentuk ekologi, bentuk banjir. (ck)